Perjuangan Politik saya dan PKS pada pileg pertama tahun 2004 berbuah hasil tiga kursi PKS di DPRD Sumbawa Barat periode pertama 2004 – 2009.
Raihan 15 % itu tidak saja menjadi hasil memuaskan dari kerja sungguh sungguh kader dan pengurus partai, tapi sekaligilus menjadi “tiket” untuk maju Pilkada yang sudah lama diincar oleh salah satu kader PKS, Andi Azisi Amin.
Di usia satu tahun sejak terbentuk pada 20 Nopember 2023, masyarakat KSB sudah memiliki DPRD sendiri, periode 2004 – 2009. Anggotanya hanya 15 orang dan salah satu dari 15 anggota itu adalah saya, Mustakim Patwari LM.
Saya mulai menuliskan catatan harian dalam lembaran pertama sejarah baru kabupaten baru dan juga anggota DPRD baru.
Di hari bersejarah itu, pelantikan dan pengambilan sumpah anggota DPRD berlangsung dalam paripurna istimewa terbuka (untuk umum) dan diruang yang benar benar terbuka. Kami dilantik di halaman kantor Bupati sementara, di bangunan eks Pesanggrahan Taliwang yang sekarang telah dibongkar dan dibangun menjadi pendopo Bupati.
Proses pelantikan berlangsung khidmat. Tapi usai pelantikan, kami, para legislator yang baru berumur kurang dari satu jam langsung disambut aksi demo dari elemen pemuda dan penggiat LSM. Mereka menuntut konsistensi kami dalam memperjuangkan kepentingan rakyat di parlemen. Tuntutan yang berat, tetapi bisa dilaksanakan jika para legislator punya kemauan kuat untuk melaksanakannya, meski konsekwensinya harus ‘berkorban’, termasuk mengorbankan kepentingan pribadi.
Suara riuh orator aksi dari pengeras suara berbaur menjadi satu dengan kegembiraan para konstituen dan keluarga para Caleg yang sukses terplih menjadi Aleg.
Di tengah suasana itulah saya menambah catatan perjalanan panjang saya sebagai Politisi dengan catatan pertama di DPRD KSB sebagai pimpinan sementara. Saya mewakili unsur anggota termuda, bersama dengan Almarhum HM Arsyad (Golkar) dari unsur anggota tertua. Status pimpinan sementara adalah penegasan bahwa tugas kami mengantarkan lembaga ini sampai memiliki pimpinan definitif.
Saya sendiri tidak canggung mengemban amanah itu. Berbekal pengalaman memimpin sejak aktif di bangku sekolah dan masa kuliah, membuat saya yang pernah menjadi presiden mahasiswa (ketua BEM), ketua HMI Cabang Mataram dan juga fungsionaris DPD KNPI NTB plus ketua DPD PKS KSB pertama, membuat saya tidak kesulitan melaksanakan amanah itu.
Tempaan berbagai organisasi membuat saya cukup matang dan percaya diri. Termasuk ketika menghadapi ujian pertama Pimpinan DPRD, menghadapi para aktifis pemuda dan LSM yang melaksanakan aksi demo, beberapa saat setelah kami resmi dilantik.
Sebagai tokoh politik daerah dengan status sebagai pimpinan dewan tentu saja menjadi kesempatan berharga bagi saya. Dengan posisi dan status itu memberi akses dan juga peluang untuk aktualisasi diri, mengekspresikan segenap potensi yang saya miliki.
Ada banyak peristiwa penting, dimana saya mendapat kesempatan untuk berperan. Mulai dari tugas – tugas jangka pendek yang menuntut kerja fokus, cerdas dan cepat berkaitan dengan internal DPRD; konsolidasi fraksi, pembahasan Tatib Dewan, persiapan dan pembentukan alat kelengkapan dan juga penyusunan agenda kerja tahunan dewan berkaitan dengan tugas dan fungsi dewan terkait Anggaran, Legislasi dan juga pengawasan.
Di eksternal, sebagai pimpinan dewan saya juga terlibat aktif berkoordinasi dengan unsur unsur pimpinan daerah dan elemen lainya terkait dengan agenda penting dan strategis seperti mempersiapkan hadirnya lembaga adhoc penyelenggara pemilu (KPU) dan Panwaslu yang akan bertugas menyelenggarakan Pilkada KSB pertama di tahun 2005.
Selain sebagai Pimpinan sementara, di DPRD saya juga dipercaya menjadi ketua fraksi. Saat itu DPRD KSB hanya ada 2 fraksi, yaitu fraksi Partai Golkar (fraksi mandiri) dan fraksi Kemaslahatan Ummat (fraksi gabungan) yang beranggotakan gabungan partai ; PKS (3 kursi), PAN (3 kursi), PBB (2 kursi) dan PIB (1 kursi). Adapun PDIP, PPP, PDK dan PBR bergabung ke fraksi Golkar.
Dinamika awal pada masa kepemimpinan sementara sangat terasa dan memberi warna dan nuansa tersendiri dalam eksistensi awal DPRD KSB. Banyak peristiwa menarik yang terjadi. Diantaranya proses pemilihan Pimpinan Definitif. Saat itu Ketua masih dipilih dari dan oleh anggota. Berbeda dengan periode berikutnya sampai sekarang, dimana pimpinan berdasarkan perolehan kursi arau suara parpol di Pileg.
Saat itu dari Fraksi Kemaslahatan Ummat yang saya pimpin, masing masing partai anggota fraksi mengusulkan kadernya. Saya diusulkan PKS, PAN mengusulkan H. Keba Soesy dan PBB yang berkoalisi dengan PIB mengusulkan Manimbang Kahariady.
Menariknya posisi dukungan awal suara dari masing masing kandidat sama-sama 3 suara. Kondisi inilah yang membuat proses alot dan butuh waktu. Juga memberi peluang masing-masing kandidat atau partai melakukan loby dan negosiasi untuk bisa menjadi kandidat terpilih dari fraksi KU yang selanjutnya akan dipilih menjadi ketua DPRD definitif.
Tercatat sampai tiga kali rapat dan selalu perolehan suara sama. Tiga suara untuk Manimbang Kahariady, tiga suara untuk saya dan tiga suara untuk H. Kebba Soesy. Dari perolehan itu tergambar bahwa masing-masing masih bertahan. Dengan kata lain materi yang dijadikan bahan loby dan negosiasi belum disepakati.
Saya dari PKS membuka komunikasi dengan PAN, saat itu dipinpin sahabat saya Umar Mansyur Bawafi SH. Dengan tawaran dan prinsip akomodatif dan berbagi peran.
Saya dan PKS mengajak PAN untuk memperkuat komitmen kebersamaan dan akomodatif serta berbagi peran di unsur pimpinan alat kelengkapan Dewan. Saya sampaikan bahwa jika PAN memberi dukungan pada PKS, maka untuk pimpinan komisi, PKS tidak akan menempatkan kader dan akan memberi kesempatan kepada kader PAN. Saat itu ada tiga komisi di dewan. Kemudian untuk dua komisi yang tersisa kami usulkan untuk mengakomodasi kekuatan lain, satu dari fraksi KU dan 1 dari Fraksi Golkar. Usulan itu menurut kami (PKS) adalah yang terbaik. Namun diluar komunikasi dengan kami ternyata PAN juga intens komunikasi dengan PBB plus PIB dan saya pastikan ada keterlibatan atau campur tangan Kyai Zul yang saat itu menjadi Pimpinan PBB.
Setelah final pemilihan, pada proses pemilihan keempat, hasilnya beruba. Empat suara untuk Manimbang Kahariady. Saya tetap memperoleh tiga suara dan H Keba Soesy mendapat dua suara. Dari Hasil ini terkonfirmasi bahwa issu yang berkembang bahwa PAN saat loby dengan PBB meminta dua posisi ketua Komisi, terbukti. Itu diperkuat dengan hasil pemilihan pimpinan komisi dimana PAN mendapat dua ketua Komisi. Komisi A Umar Mansyur dan Komisi C diberikan pada M Nasir ST.
Yang menarik dalam memori dan catatan saya pribadi adalah menjelang proses pemilihan yang keempat kalinya setelah tiga kali draw 3 ; 3 ; 3. Tiba-tiba suadara saya Manimbang Kahariady (saat itu PBB) masuk ke ruangan pimpinan sementara, ruangan yang saya tempati. Beliau menyampaikan permohonan dan harapan agar dalam pemilihan nanti saya bisa memberi dukungan. Beliau bahkan sampaikan bahwa dirinya hanya satu periode saja. “Jadi mohon dukungan dinda kali ini..” katanya.
Sebagai saudara yang kebetulan posisi saya adalah adik beliau, manusiawi jika saya terpengaruh dengan ajakan dan harapan beliau. Apalagi secara objektif beliau memang layak. Tapi lagi lagi ini soal politik dan juga soal kesempatan.
Terhadap situasi dan dinamika pemilihan saya sebagai ketua DPD PKS tentu tidak kerja sendiri, termasuk dalam mengambil sikap dan keputusan, wajib hukumnya dimusyawarahkan dan dikonsultasikan dengan struktur di atas (DPW). Itu sebabnya apapun keputusan yang diambil saat itu dipastikan bukan kemauan saya. Termasuk untuk tetap fight sampai proses akhir.
Disamping situasi dan tekanan politik, pada proses pemilihan ketua definitif saya juga mendapat tekanan psikis dan juga ‘terror’ dari kekuarga yang pro Manimbang Khariady. Mereka mengembangkan narasi bahwa adik harus mengalah, dahulukan kakak dan banyak lagi. Dari yang halus atau masih santun sampai dengan yang kata yang kasar. Tapi semua itu masih saya anggap wajar dan saya maknai sebagai bagian dari dinamika dan proses pendewasaan.(*)
Komentar