Sumbawa Besar, KabarNTB
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sumbawa menolak dengan tegas PP 28 tahun 2024 yang didalamnya mengandung legalitas penggunaan alat kontrasepsi bagi pelajar atau remaja. Menurut MUI hal Ini sama dengan membuka ruang seks bebas.
“Kami menolak dengan tegas PP 28 Tahun 2024 karena melegalkan pemakaian alat kontrasepsi bagi siswa atau pelajar yang nota bene sama dengan membuka pintu perzinahan seluas – luasnya,” kata Ketua MUI Kabupaten Sumbawa, Dea Guru Syukri Rahmat SAg M.INov.
“MUI Kabupaten Sumbawa meminta pemerintah segera merevisi PP 28 Tahun 2024,” sambungnya.
Pihaknya sambung Dea Guru Syukri juga berharap pemerintah daerah dan DPRD menolak PP tersebut sampai direvisi pada pasal pasal yang melegalkan pemakaian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja. “Penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,” sambungnya.
“Alih-alih mensosialisasikan risiko perilaku seks bebas kepada usia remaja, ini malah menyediakan alatnya. Nalarnya ke mana?” ujarnya.
Dea Guru Syukri mengatakan bahwa semangat dan amanat pendidikan nasional adalah menjunjung budi pekerti yang luhur dan dilandasi norma-norma agama yang telah diprakarsai oleh para pendiri bangsa Indonesia.
Berikut ini isi Pasal 103 PP 28 Tahun 2024, yang antara lain mengatur penyediaan alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah dan remaja.
Pasal 103
(1) Upaya Kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) huruf b paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta Pelayanan Kesehatan reproduksi.
(2) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai:
a. sistem, fungsi, dan proses reproduksi;
b. menjaga Kesehatan reproduksi;
c. perilaku seksual berisiko dan akibatnya;
d. keluarga berencana;
e. melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; dan
f. pemilihan media hiburan sesuai usia anak.
(3) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah.
(4) Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. deteksi dini penyakit atau skrining;
b. pengobatan;
c. rehabilitasi;
d. konseling; dan
e. penyediaan alat kontrasepsi.
(5) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan, serta dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, konselor, dan/atau konselor sebaya yang memiliki kompetensi sesuai dengan kewenangannya. (IR)
Komentar