KabarNTB, Mataram – Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nusa Tenggara Barat (NTB) Wahyu Priyono, menegaskan peluang untuk terjadinya penyimpangan dalam proses pemeriksaan oleh auditor lembaga tersebut hampir tidak ada.
Penegasan itu disampaikan Wahyu Priyono, menanggapi kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap auditor BPK oleh Komisi Pemberantasan Korupsii (KPK), terkait opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), di Jakarta beberapa hari lalu.
Kepada awak media dalam kegiatan workshop media tentang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pengelolaan keuangan Pemprov dan 10 kabupaten/kota di NTB, Jum’at 2 Juni 2017, Wahyu menjelaskan proses pemeriksaan hingga lahirnya LHP BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dilaksanakan atas pedoman baku dan kode etik pemeriksaan keuangan.
Menurutnya, terdapat sekitar empat hingga tujuh orang yang berada dalam satu tim pemeriksaan. Keberadaan mereka diawasi oleh Inspektorat BPK yang bertugas mengawasi kinerja pegawai termasuk auditor. Inspektorat ini juga turun langsung ke daerah yang diperiksa untuk mencari tahu perilaku auditor selama pemeriksaan. Selain itu ada pula majelis kehormatan kode etik yang bertugas memproses laporan dugaan penyimpangan.
Dalam proses pemeriksaan, Auditor diroling setelah melakukan pemeriksaan disuatu entitas (daerah) dan komunikasi dengan entitas yang diperiksa juga dibatasi. Tidak boleh ada fasilitas atau pemberian apapun dari entitas kepada auditor, termasuk ajakan makan dan komunikasi dibatasi seminimal mungkin
“Komunikasi hanya boleh dilakukan sebatas komunikai audit. Sedangkan ajakan makan, paling banyak tiga kali. Pertama ketika tiba di entitas. Sebagai orang timur itu sudah jadi budaya, ketika ada tamu kita ajak makan. Satu kali ditengah proses pemeriksaan dan terakhir ketika tugas pemeriksaan sudah berakhir, tapi kadang itupun tidak semuanya diterima. Jadi tidak ada ruang untuk terjadinya penyimpangan dalam proses pemeriksaan sampai terbitnya LHP,” urainya.
Pasca pemeriksaaan, penentuan opini atas hasil pemeriksaan disuatu entitas, tidak dilakukan auditor, tetapi oleh tim ataupun penanggungjawab tim pemeriksa lapangan.
“Opini itu berdasarkan hasil review bersama tim review BPK NTB dan juga tim review dari pusat. Jadi kecil kemungkinan adanya permainan opini baik secara metodelogi ataupun system,” beber Wahyu.
Mengenai kasus OTT oleh KPK terhadap auditor BPK beberapa hari lalu, Wahyu menyatakan bahwa kasus tersebut baru bersifat dugaan dan belum ada putusan berkekuatan hukum yang menetapkan bahwa benar terjadi penyuapan.
“Masih dugaan, masih incrah. Nanti pengadilan yang menentukan,” katanya.(EZ)
Komentar