Kejahatan Kemanusiaan dan Perdamaian Negeri – Negeri Asia

Oleh : Sarief Saefulloh

Kemanusiaan bukanlah kalimat baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak banyak negara-negara di Asia melupakan hal tersebut karena ambisi kekuasaan dan mungkin ideologi keagamaan,. Pelanggaran kemanusiaan seperti dianggap hal wajar terjadi pada setiap konflik di berbagi negara padahal sejatinya kemanusiaan menjadi filosofis gerakan keutuhan dan kemajuan.

Fanatisme kegamaan di Asia-khususnya Asia Tenggara cukup tinggi, terlihat dengan maraknya konflik yang berujung perang saudara, seperti di Thailand Selatan-Pattani diperkirakan sudah menewaskan sekitar 6.500 orang -baik di kalangan aparat keamanan Thailand maupun warga sipil (bbc.id), Filipina terhitung sejak 1970, total serangan teror  mencapai 4.860 kasus (sumber; tirto.id) ditambah 58 tentara tewas dan 20 warga sipil, dan ratusan militan tewas dalam pertempuran di Marawi 2017 (kompas.com), Rohingnya-Myanmar korban tewas mencapai 1000 lebih (Kbk.online),

Rinciannya mencakup penyergapan bersejata, pengeboman, serangan terhadap infrastruktur, pembunuhan dan penculikan. Apa yang terjadi di Filipina ini jauh melampaui Thailand (3.074 kasus), Indonesia (686 kasus), Myanmar (315 kasus), dan Kamboja (258 kasus) dan mungkin bertambah hingga 2017 (sumber; tirto.id)

Terlihat jelas konflik yang terjadi tidak sedikit memakan korban dan permusuhan yang tentunya mempengaruhi stabilitas nasional maupun international negara teraebut baik politik maupun ekonomi dan umumnya masyarakat Asia, karena isu yang terangkat sangat sensitif yaitu agama, padahal konflik yang terjadi masuk pada pelanggaran HAM Dunia tapi tak ada penyelesaian secara utuh dan adil di dunia International.

Fenomena diatas menjadi populer dikalangan umat beragama bagaimana tidak, agama yang seyogyanya menjadi pedoman hidup damai kini dijadikan alat penguat kekuasaan walau hal tersebut ditutupi atas dasar pelanggaran hukum dan sparatisme kelompok tertentu.

Keragamaan dalam beragama adalah fitrah peradaban manusia yang hidup melintas jaman dan perubahan. Keberadaanya tidak usah dipertengtangkan apalagi dikotori dengan rekayasa politik yang memecah belah persaudaraan. Hidup dalam perbedaan merupakan kemuliaan setiap manusia dan ajaran setiap agama, tidak ada pemilik kebenaran selain Tuhan, dan manusia hanya berikhtiar bukan saling menebar kebenciaan.

Maka amatlah penting Humanisme diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, dengan cara menebar prilaku baik, menegakan hukum secara adil, memberikan ruang kebebasan dan kemerdekaan individu ataupun kelompok, juga3 perlu diingat kerusakaan kemanusiaan dapat dihindari dengan toleransi dan kasih sayang, melepas segala kasta sosial, politik, agama maupun ekonomi, ciptakan perdamaian, persatuan dan tolerasi bukan kerakusaan dan fanatisme.

Untuk itu, sebagai pemuda yang peduli kemanusiaan berharap konflik tersebut dapat diselesaikan secara adil dan terbuka, ini tanggungjawab kita semua sebagai warga Asia, kita mengecam segala bentuk ketidak-adilan dan kejahatan kemanusiaan yang ditumbuhkan.(*)

*) Penulis adalah Vice President Asean Muslim Students Association (AMSA) sekaligus Demisioner Presiden Mahasiswa UIN SGD Bandung

Komentar