Tidak Punya Ijin, Balai ESDM Minta Aktifitas Tambang di Rhee Stop

KabarNTB, Sumbawa – Balai Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Propinsi NTB, Wilayah Sumbawa, bersama Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Sumbawa meminta perusahaan dan pemerintah desa serta pemerintah kecamatan Rhee untuk menghentikan segala aktifitas penambangan material dan batuan non logam (galian C) di wilayah itu karena sama sekali belum mengantongi ijin.

“Ini jelas jelas melanggar aturan. Sesuai undang – undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang kegiatan pertambangan mineral dan batu bara, setiap pengambilan material termasuk di badan sungai harus dilengkapi dengan ijin, apalagi operator penambangan itu perusahaan besar yang sangat paham betul dengan aturan pertambangan,” tegas Kepala Balai ESDM Sumbawa Syamsul Ma’rif, kepada Kabar NTB, senin 6 oktober 2017.

Syamsul menyatakan, pihaknya bersama Tim dari Dinas LH Sumbawa telah melakukan pemantauan langsung ke lokasi penambangan material dan batuan non logam di Kecamatan Rhee pada jumat 3 Nopember 2017 lalu.

Dari pantauannya dilokasi tersebut ada aktifitas penambangan, penggalian, dan pengambilan pasir dan batu dengan dua alat berat berupa excavator. Ia juga menemui Suniman, dari pihak perusahaan penambangan dan mengaku dari PT. Sinar Bali. Material yang ditambang, diangkut ke AMP (milik PT. Sinar Bali) dan ke crusher (pemecah batu) yang berada di Bermang.

Ilustrasi

Sementara pihak pemerintah kecamatan Rhee, menyebutkan bahwa perusahaan yang melakukan penambangan tersebut bukan PT. Sinar Bali melainkan PT. Aditya Pratama.

“Dari hasil pemantauan setelah dikonfirmasi dengan pemerintah kecamatan setempat, diakui benar adanya aktifitas tersebut yang dilakukan oleh perusahaan dari luar daerah yakni PT Aditya Pratama, bukan PT Sinar Bali,” katanya.

Ia menjelaskan, yang berwenang mengeluarkan ijin adalah Dinas Penanaman Modal dan PTSP Propinsi NTB. Namun sejauh aktifitas penambangan itu tidak ada mengantongi ijin. Padahal aktifitas penambangan tersebut telah berlangsung sejak dua bulan lebih dan rata-rata mengambil material dengan volume 20 sampai 25 ret dump truk per hari.

Syamsul menyatakan pihaknya tengah menyusun laporan kepada Dinas Induk ESDM tentang persoalan ini. Pihak ESDM tegasnya, bisa menghentikan aktifitas penambangan walaupun telah mengantongi ijin, apalagi yang belum memiliki ijin. Karena itu, ia menghimbau semua pihak tetap taat aturan dengan melengkapi ijin.

“Hal ini telah masuk dalam ranah pidana dan menjadi kewenangan aparat penegak hukum. Siapapun bisa melaporkan aktifitas penambangan tersebut, termasuk pemerhati lingkungan, sementara kami masih menunggu petunjuk lebih lanjut dari Dinas Induk ESDM,” tandasnya.

Diinisiasi Warga untuk Cegah Kerusakan Lahan Akibat Banjir

Tim Balai ESDM dan Dinas LH saat turun ke lokasi pada 3 nopember lalu, ujar Syamsul Ma’rif, juga melakukan kordinasi dengan pihak pemerintah desa Rhee. Dari koordinasi itu diketahui bahwa kegiatan penambangan material batuan non logam tersebut diinisiasi oleh warga desa setempat dan difasilitasi oleh pihak Pemdes serta pemerintah kecamatan atas kesepakatan warga.

Kegiatan itu dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya kerusakan lahan pertanian akibat banjir. Selama beberapa tahun kondisi tersebut selalu diusulkan baik melalui Musrenbangdes, Musrenbang tingkat kecamatan, maupun Musrenbang kabupaten namun tidak pernah terealisasi, baik melalui program normalisasi sungai maupun program lainnya.

Mengingat, lahan petani yang berada di sekitar lokasi tersebut selalu dilanda banjir, terkikis dan tidak dapat ditanami. Bahkan warga tetap membayar pajak (PBB) dan memiliki bersertifikat, meskipun lahan mereka telah berubah menjadi aliran sungai akibat tergerus banjir.

“Itulah yang menjadi dasar warga sehingga adanya aktifitas penambangan tersebut,” paparnya.(JM)

Komentar