KabarNTB, Sumbawa Barat – Pesona Lumpur Taliwang dengan empat tarian kolosal diiringi konser musik etnik, ‘sakeco’ dan ‘saketa’ yang dimainkan oleh 500 orang penari dan pemain musik, akan menjadi sajian utama pada acara pembukaan Festival Taliwang 2019, 20 Nopember mendatang di panggung lumpur Bentiu, Taliwang Sumbawa Barat.
Eko Supriyanto atau lebih dikenal sebagai Eko Pece, koreografer internasional, mantan koreografer diva pop dunia, Madonna dan tim berjumlah 14 orang dari Institute Seni Indonesia (ISI) Surakarta, adalah orang yang menggarap tarian musikal itu. Sebagai Sutradara, Eko Pece yakin pertunjukan itu akan spektakuler.
“Kalau ngomongin spektakulernya, baru saya lihat pertama kali di Indonesia maupun di dunia ada tarian di atas lumpur seperti ini yang digarap secara ferformatic professional. Dan itu menggunakan potensi lokal, tidak ada unsur tari Jawa atau tari Bali disitu. Jadi tariannya memang murni tarian lokal disini (KSB),” ungkap Eko Pece, ditemui di lokasi latihan di Lingkungan Sebubuk, Kompleks KTC Taliwang, Selasa 12 Nopember 2019.
![](https://kabarntb.com/wp-content/uploads/received_616114072258082-1024x576.jpeg)
Ide dasar Pesona Lumpur Taliwang, kata Eko, muncul dari budaya barapan kebo’ (karapan kerbau). Sebagai olahraga tradisional masyarakat Tana Samawa, barapan kebo’ identik dengan lumpur. Lumpur melambangkan kesuburan dan kerbau melambangkan ketangkasan, keperkasaan dan semangat pantang menyerah. Sementara barapan kebo’ sendiri bukan hanya soal hoby, tapi juga prestise bagi para pemilik kerbau. Barapan kebo juga menjadi ajang silaturahmi, ajang bagi muda mudi bertemu dan saling menjajaki untuk hubungan yang lebih serius.
Dari sini, kata Eko, Pesona Lumpur Taliwang akan mengangkat cerita tentang kisah cinta seorang pemuda pemilik kerbau yang menang barapan, dengan seorang gadis yang ternyata tidak disetujui oleh orang tua si gadis.
“(Kisah) itu bungkusan gimic – gimic saja, supaya tidak melulu tari kebo, tari kolong, jadi kita bungkus dengan love story gitu lah, karena konsepnya musikal, diiringi sakeco, saketa, ada yang menyanyi. Substansi yang lebih penting sebetulnya agar generasi muda lebih termotivasi untuk mencintai dan melanjutkan tradisinya. Saketa misalnya, sekarang tersisa hanya dua orang pelakunya disini. Itu yang ingin kita lestarikan dan generasi muda bisa tertarik untuk belajar,” urai Eko.
Empat tarian yang akan ditampilkan adalah tari barapan kebo, tari kolong, tari benteng barinas dan tari kareng. Tari barapan kebo menggambarkan semangat, kekuatan dan kelincahan pada karakter kerbau. Tari kolong menggambarkan perempuan penjaga air yang mengandung pilosofi air mesti dijaga sebagai sumber kehidupan dan tari kareng yang menggambarkan kareng sebagai alat pengolah tanah dengan pilosofi semangat untuk mencapai tujuan.
“Bukan tariannya dimana manusia menjadi kebo, tapi spirit kebo-nya, kekuatan yang dimiliki dan fungsinya yang penting bagi masyarakat untuk pertanian dan lain-lain. Gagasannya, tetap tentang bagaimana kita melanjutkan tradisi kita, tidak stag tapi dilanjutkan oleh generasi muda,”.
![](https://kabarntb.com/wp-content/uploads/received_679629352562327-1024x576.jpeg)
Pesona Lumpur Taliwang akan menjadi bagian dari ‘pembuktian’ bahwa Festival Taliwang memang pantas ditetapkan sebagai salah satu dari 100 Calendar of Event (CoE) Wonderfull Indonesia 2020 oleh Kementerian Pariwisata pada 15 Oktober 2019 lalu. Sebagai salah satu kurator yang menjadi penentu suatu event pariwisata bisa masuk atau tidak dalam CoE, Eko Pece menjelaskan suatu event haru memenuhi unsur 3C, yakni culuture value (nilai budaya), dimana harus ada kearifan lokal. Selanjutnya Comersial value (nilai komersil) dimana suatu event harus digarap dengan professional.
“Tidak bisa hanya tarian yang seperti biasa. Carnaval juga sekarang digarap dengan professional dan harus dipahami bahwa proses itu penting. Misalnya menari kebo, menari kolong, anak-anak (penari) mesti paham bahwa tidak menari seperti biasa, tetapi menari harus disiplin, harus dengan perfomatic yang keren, termasuk festivalnya harus dikemas dengan bagus juga,” bebernya.
Yang ketiga adalah communication value. Dalam artian pesan besar dari event yang dilaksanakan bisa tidak sampai ke masyarakat, bisa menarik perhatian media untuk dipublikasikan ke publik, pemerintah setempat untuk mensupport.
“Karena memang 70 persennya dari Pemda untuk mensupport jika ingin event dimaksud menjadi event tahunan,” demikian Eko Pece.
Sementara Wakil Bupati Sumbawa Barat, Fud Syaifuddin bersama Kepala Bappeda, Haerul Djibril dan Kadis Dikpora H Mukhlis, berkesempatan melihat langsung proses latihan di Sebubuk. Wabup disambut oleh Sutradara sekaligus koreografer Pesona Lumpur Seni Taliwang, Eko Supriyanto (Eko Pece) dan para penari yang terlihat bersemangat meski berkubang lumpur.
Wabup berkali-kali menyatakan kekaguman atas totalitas para penari yang terdiri dari para siswa SMP, SMA dan para ibu rumah tangga itu.
“Meski ada sebagian orang yang membuly dan tidak percaya, itu biasa. Makin banyak yang mencemooh dan menganggap ini kegiatan tak berguna, semakin kita bersemangat untuk membuat sejarah untuk Indonesia dan dunia,” ungkapnya memberi motivasi kepada para penari.
Fud Syaifuddin mengingatkan, banyak orang bisa menari, tetapi menari di dalam lumpur hanya putra-putri dan ibu-ibu di KSB yang bisa melakukan.
“Karena itu, biarlah mereka berbicara, tapi kita akan memberikan bukti. Anggap saja angin lalu dan jadikan support positif dan berprasangka baik untuk memberikan yang terbaik,” ucap Wabup.(EZ)
Komentar