Sampah plastik menjadi persoalan diseluruh dunia. Saat ini tercatat sebanyak 8 miliar ton sampah plastik. Organisasi untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan (OECD) mencatat, di tahun 2021 saja jumlah plastik yang dipakai diseluruh dunia sebanyak 460 juta ton. Dari jumlah itu, hanya 10 persen yang berhasil didaur ulang. Sisanya dibuang ke pembuangan sampah, dibakar atau bocor ke lingkungan.
Indonesia termasuk salah satu dari 10 negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia. Berada di peringkat ke 5, jumlah sampah plastik di negara ini mencapai 9,13 juta ton. Indonesia juga berada di peringkat 5 sebagai negara penyumbang sampah plastik terbanyak ke laut dengan volume mencapai 58.333 ton.
Bagaimana dengan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB)? Tidak ada data tertulis mengenai jumlah sampah plastik di daerah ini. Termasuk mengenai volume sampah plastik yang disumbang KSB ke laut. Yang jelas, seperti di daerah lain, plastik menjadi salah satu produk yang paling banyak digunakan masyakarat dan sampahnya bertebaran dimana-mana. Merusak pemandangan, juga mencemari lingkungan.
Kondisi inillah yang membuat seorang guru honorer di Kecamatan Seteluk berfikir mencari solusi. Ia lalu membuka berbagai literatur dan menemukan bahwa plastik bisa didaur ulang menjadi ecopaving atau paping blok berbahan utama sampah plastik.
Namanya Ria Junita. Masih muda, kelahiran tahun 1992 dan bekerja sebagai guru honorer di SMA Negeri 1 Seteluk. Ria baru saja lulus seleksi guru PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja), namun masih menunggu SK pengangkatan.
Ria adalah sosok guru yang inovatif, tidak henti berkarya meski dibatasi statusnya sebagai guru honorer sekaligus ibu rumah tangga. Ia baru saja keluar dari Rumah Sakit usai menjalani perawatan satu minggu penuh setelah operasi cesar. Ria mengalami ectopic pregnancy atau biasa disebut hamil di luar kandungan.
Ketika hadir di kegiatan presentasi proposal Anugerah Inovasi Daerah (AID) 2023 yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) KSB, Kamis (22 Juni 2023), kondisinya terlihat belum pulih benar. Tapi performancenya saat presentasi tidak terpengaruh. Ria tetap tampil maksimal dan mampu menjelaskan secara rinci setiap tanggapan dan pertanyaan yang disampaikan dewan juri.
Eco vaping yang dibuat Ria dengan bahan utama sampah plastik dicampur oli bekas dan sedikit pasir. Bobotnya jauh lebih ringan dari paving blok biasa yang terbuat dari campuran semen dan pasir. Cara pembuatannya-pun sederhana dengan alat sederhana. Sampah plastik yang bersih dan kering dicacah, kemudian dicairkan mengggunakan api, dicampur dengan oli bekas dan sedikit pasir lalu dicetak. Setiap satu paving dibutuhkan paling tidak 0,5 kg sampah plastik.
“Karena kami tidak punya mesin press, pemadatan kami lakukan manual dengan cara dipukul-pukul dengan batu atau alat lain yang berat,” ujarnya mengungkap kendala yang dihadapi dalam proses pembuatan eco paving.
Eco paving memiliki ketahanan sangat baik. Mampu menahan beban berat dan tahan terhadap pengaruh cuaca yang membuat panjang usia pemanfaatannya. Semakin padat saat dicetak akan semakin kuat. Selain itu eco paving juga bisa didaur ulang kembali kalau rusak.
“Sementara produk lain dari sampah plastik hanya memperpanjang usia sampah saja, ujung-ujungnya akan rusak dan dibuang menjadi sampah lagi. Sebelumnya saya mencoba eko brik, tetapi kembali jadi sampah ketika rusak. Itu sebabnya saya memilih eco paving,” sebut Ria.
Sejak januari 2023, pembuatan eco paving ini mulai diajarkan Ria kepada siswa-siswanya di SMAN 1 Seteluk sebagai program akademik 5 (kurikulum merdeka). Bulan berikutnya ia mulai memperkenalkan pembuatan eco paving ke masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya di Desa Seteluk Atas dan mendapat respon sangat baik, termasuk dari Kepala Desa.
Eco paving sendiri bukan barang baru. Di berbagai wilayah di Indonesia, sudah diproduksi massal dengan desain yang menarik dan dikomersilkan dengan harga cukup mahal karena sudah bersertifikat SNI. Namun inovasi Ria berbeda. Karena ia melibatkan siswa, masyarakat dan pemerintah desa. Ia bahkan telah membuat perencanaan secara rinci mengenai proses, pembiayaan, jumlah produksi, perhitungan bisnis, hingga evaluasi dampak terhadap perekonomian masyarakat dan lingkungan dari aktifitas pengolahan sampah plastik menjadi eco paving.
Kepala desa Seteluk Atas bahkan sudah memasukkan pembuatan eco paving ini sebagai program unggulan desa dan akan mensupport Ria dengan pengadaan alat-alat yang dibutuhkan. Bagaimana dengan bahan baku?
“Setiap warga diminta untuk mengumpulkan paling tidak 0,5 kg sampah plastik per rumah per minggu. Dengan jumlah rumah tangga di Seteluk Atas sebanyak 713 rumah, akan terkumpul 356,5 kg sampah plastik. Dari volume itu akan dihasilkan sebanyak 2.852 buah eco paving per minggu. Selanjutnya eco paving itu akan diberikan kembali kepada warga dan pihak desa untuk dimanfaatkan di rumah masing-masing dan di lahan milik desa,” urainya.
Jika dikomersilkan-pun, eco paving memiliki nilai jual tinggi. Harganya mencapai Rp 180 ribu per meter per segi untuk yang belum bersertifikat SNI dan 200 ribu per meter per segi untuk yang sudah bersertifikat. Dengan bahan baku yang mudah didapat dan masa pemanfaatan yang sangat panjang, bisnis eco paving sangat menjanjikan.
Sebagai guru penggerak, Ria berharap idenya mengolah sampah plastik menjadi eco paving dengan melibatkan pihak sekolah, masyarakat dan pemerintah desa akan berdampak positif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, kelestarian lingkungan dan mampu mendorong peningkatan ekonomi masyarakat.
Sementara saya membayangkan, suatu hari nanti masyarakat berebut memungut sampah plastik lalu mengolahnya menjadi eco paving dan produk berbahan sampah plastik lain. Semoga.(Hairil Zakariah)
Komentar