Kurtubi : “Soal Energi Nuklir, Indonesia Tertinggal Jauh dari Korea Selatan”

KabarNTB, Seoul – Anggota Komisi VII DPRRI dsri Fraksi Partai Nasdem, Kurtubi, menyatakan Indonesia masih tertinggal jauh dari Korea Selatan dalam hal pemanfaatan energi nuklir.

Dalam pemaparannya pada pertemuan Tim Pansus Sinas Ristek DPR RI dengan Dubes RI untuk Korea Selatan, pada hari Minggu, 19 Nopember 2017 lalu di Seoul, Korea Selatan, Kurtubi menjelaskan, Berdasarkan data dari International Atomic Energy Agency (IAEA), hingga bulan April 2014, terdapat 435 unit pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang dioperasikan oleh 31 negara, dengan total kapasitas terpasang sebesar 372.751 MW.

Korea Selatan adalah salah satu contoh negara yang menikmati dampak pemanfaatan energi nuklir bagi kesejahteraan rakyatnya. Menurut data IAEA, industri nuklir telah menjadi bagian integral pembangunan negara tersebut yang mengubahnya dari pengimpor menjadi berorientasi ekspor. Tidak hanya itu, Korsel juga telah menjadi pemicu inovasi teknologi dan pemacu pembangunan infrastruktur dan pendidikan.

Kurtubi, anggota Komisi VII Fraksi Nasdem

“Proses industrialisasilah yang mengantarkan Korea Selatan menjadi negara maju seperti sekarang. Keberhasilan proses industrialisasi tersebut salah satunya ditopang oleh listrik dari PLTN yang bertenaga besar dan stabil. Hal yang sama juga terjadi di AS, China, Perancis, dan Rusia” terang Kurtubi, dalam siaran pers Fraksi Partai Nasdem DPRRI yang diterima kabarntb.com, sabtu 25 Nopember 2017.

Negeri ginseng itu, sambungnya, memulai pembangunan PLTN pada tahun 1978 dengan empat reaktor. Hingga saat ini, keempat reaktor tersebut masih beroperasi. Reaktor tersebut menjadi yang pertama dan terakhir yang dibangun Korsel dengan menggunakan teknologi dari Amerika.

Setelah itu, teknologi nuklir negeri K-Pop tersebut dikembangkan oleh mereka sendiri. Bahkan saat ini mereka telah mampu menciptakan jenis PLTN yang bisa diekspor ke negara lain.

“Negara pertama yang menggunakan teknologi nuklir buatan Korsel adalah Uni Emirat Arab,” jelasnya.

Kurtubi juga menjelaskan, pada tahun 1957, Bung Karno telah membentuk Lembaga Tenaga Atom, yang sekarang berganti nama menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Artinya, kesadaran akan pentingnya bangsa Indonesia menguasai teknologi nuklir untuk tujuan damai (energi) telah ada sejak lama. Tapi sayangnya, hingga saat ini PLTN belum juga dibangun.

“Jujur kita akui, jika bicara soal energi, dengan menggunakan indikator ekonomi energi yang paling dasar, income per kapita dan konsumsi listrik per kapita, kita sangat tertinggal dari Korsel yang kemerdekaannya hanya berselang beberapa hari dengan kita,” tutur legislator Dapil NTB tersebut.

“Di tengah tuntutan dan kesadaran dunia untuk menggunakan energi bersih, dan demi menunjang kepentingan bangsa untuk menjadi negara industri maju di tahun 2045, maka pembangunan PLTN harus segera dimulai untuk menopang proses industrialisasi, sebagai prasyarat untuk menjadi Negara industri maju,” tutup Kurtubi.(EZ)

Komentar