Kisah Zainab RA, Putri Rasulullah SAW yang Jalani Cinta Beda Agama

Sumbawa Besar, KabarNTB

Kisah cinta beda agama tidaklah baru dan bahkan terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Salah satu contohnya adalah kisah cinta Zainab radhiallahu anha, putri Rasulullah, dengan Abul Ash bin Rabi’. Pernikahan ini terjadi sebelum Rasulullah menerima wahyu kenabian.

Zainab, putri sulung Rasulullah dari pernikahannya dengan Khadijah, mengalami kisah cinta berliku karena menikah dengan Abul ‘Ash yang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Kisah cinta Zainab dengan Abul ‘Ash menjadi contoh cinta beda agama yang penuh liku dan tantangan.

Pernikahan Zainab RA dengan Abul ‘Ash
Dikutip dari buku “Khadijah: Cinta Sejati Rasulullah,” Zainab adalah anak perempuan tertua Nabi Muhammad SAW. Kelahirannya terjadi ketika ayahnya berusia 30 tahun, sedangkan ibunya, Khadijah, berusia 45 tahun.

Zainab menjadi putri pertama Rasulullah yang menikah, dan pasangannya adalah sepupunya, Abul ‘Ash ibnu Rabi’ bin Abdil Uzza bin Abdisy Syams bin Abdi Manaf bin Qushay al-Qurasyi.

Abul ‘Ash adalah putra dari saudari Khadijah, yaitu Halah bin Khuwailid. Pemuda ini terkenal di Mekkah karena kekayaannya, integritas moral, dan keahliannya dalam berdagang.

Pernikahan antara Abul ‘Ash dan Zainab disebut sebagai pernikahan yang bahagia dan rukun. Meskipun terjadi sebelum Muhammad diangkat menjadi rasul, hubungan mereka tetap penuh cinta dan saling menghormati.

Abu As Berperang Lawan Rasulullah

Ketika Allah memberikan wahyu kenabian pada Rasulullah, putri-putri Rasulullah, termasuk, Zainab, menjadi bagian dari orang-orang pertama yang memeluk Islam.

Pada saat itu, Abul ‘Ash memilih untuk bertahan dengan keyakinan lamanya. Ia khawatir orang-orang akan mengatakan bahwa ia masuk Islam karena patuh pada istri yang dicintainya.

Ketika perintah hijrah turun, Rasulullah beserta kaum Muslimin meninggalkan Kota Mekkah. Namun, Zainab memilih setia tinggal di Mekkah bersama suaminya. Saat Rasulullah mulai berdakwah secara terbuka, Abul ‘Ash menjadi sasaran kebencian kaum kafir Quraisy.

Dia dihadapkan pada tekanan untuk menceraikan Zainab, dengan tawaran untuk menikahi wanita Quraisy mana pun yang diinginkannya. Namun, Abul ‘Ash menolak dengan tegas tawaran tersebut.

Ketika Perang Badar pecah, Abul ‘Ash ikut serta dalam barisan kaum kafir Quraisy untuk melawan kaum muslimin, bahkan melawan Rasulullah yakni mertuanya sendiri. Meskipun Zainab merasa sedih, ia tetap bersabar dan mendoakan agar suaminya mendapat hidayah.

Akhirnya, Perang Badar dimenangkan oleh kaum muslimin, dan banyak tawanan termasuk Abul ‘Ash. Ia kemudian berada di bawah pengawasan Rasulullah di Madinah.

Perceraian Zainab RA dengan Abul ‘Ash
Setelah perang Badar berakhir, Rasulullah memberikan kesempatan pada penduduk Mekkah untuk membebaskan keluarganya yang menjadi tawanan perang dengan tebusan hingga 400 dinar atau 4000 dirham.

Dalam buku “Wanita-wanita Teladan di Zaman Rasulullah” karya Desita Ulla R, disebutkan bahwa setelah mengetahui suaminya menjadi tahanan perang, Zainab merasa sangat sedih dan berusaha mengumpulkan uang tebusan.

Zainab memiliki kalung permata yang pernah diberikan ibunya, Khadijah, saat Abul ‘Ash menikahinya. Kalung itu kemudian dijadikan tebusan oleh Zainab. Rasulullah, setelah mengetahui hal ini, terkejut dan tersentuh.

Beliau membagikan kisah tersebut kepada para sahabatnya, dan dengan ikhlas, mereka melepaskan Abul ‘Ash tanpa meminta tebusan, sambil mengembalikan kalung Zainab.

Sebelum dibebaskan, Rasulullah menetapkan syarat bahwa Zainab harus pergi ke Madinah untuk hidup bersama beliau. Meskipun sulit, Abul ‘Ash menerima syarat tersebut dan dengan penuh keikhlasan merelakan berpisah dengan Zainab.

Pertemuan Kembali Zainab RA dengan Abul ‘Ash
Ketika kabar perjalanan Zainab ke Madinah tersebut sampai di telinga orang-orang kafir Quraisy, mereka menghadang Zainab di Dzy Thuwa. Habar bin Aswad mengancam Zainab dengan tombak ketika Zainab berada di pelana untanya.

Ancaman tersebut membuat Zainab jatuh dari untanya, dan karena kehamilannya, ia mengalami keguguran. Luka parah yang dideritanya sulit diobati, dan Zainab terus sakit-sakitan.

Setelah berpisah bertahun-tahun, Abul ‘Ash dan Zainab kembali bersatu setelah perintah Rasulullah kepada kaum Muslimin untuk menghadang kaum Quraisy yang pulang dari Syam setelah berdagang.

170 orang Quraisy dan juga seratus unta penuh muatannya ditawan. Salah satunya adalah Abul ‘Ash. Ia merupakan orang yang pandai berdagang dan banyak harga orang Quraizy dititipkan padanya untuk diperdagangkan.

Abul ‘Ash berhasil menghindari penangkapan dan memilih kabur. Ia mengetuk pintu rumah Zainab untuk meminta perlindungan dan dipersilahkan masuk oleh Zainab.

Zainab meminta pertolongan kepada ayahnya untuk mengembalikan barang dagangan Abul ‘Ash yang ditawan meskipun barang tersebut adalah titipan dari orang-orang Quraisy. Zainab berharap hal itu bisa membuka hati Abul ‘Ash.

Rasulullah mendengarkan Zainab dan mengabulkan permintaan putrinya setelah bermusyarawah dengan para sahabatnya. Para sahabat mengembalikan barang-barang Abul ‘Ash dengan ikhlas.

Abul ‘Ash kembali ke Mekkah dengan hartanya. Ia mengembalikan barang dagangan setiap orang Quraisy yang telah dipercayakan kepadanya.

Setelahnya, Abul ‘Ash menyatakan keislamannya di hadapan orang banyak dan datang ke Madinah antara tahun ke-6 atau ke-7 Hijriah. Zainab menjadi orang yang paling senang akan kabar ini.

Meskipun berhasil berkumpul dengan keluarganya, tetapi pada tahun 8 Hijriah, Zainab meninggal karena sakit pendarahan yang dideritanya setelah jatuh dari unta.

Demikianlah cerita dari Zainab RA, putri Rasulullah SAW, yang pernah mengalami cinta beda agama dengan Abul ‘Ash, salah seorang kaum Quraisy. (IR)

Sumber : Detik.com

 

 

Komentar